“Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia..” Demikian pembuka lagu Laskar Pelangi, film Indonesia kesukaan Stefano.
Buku ini seperti pembuktian bagi pernyataan bagi sang penulis. Sejak lama Stefano memimpikan untuk menerbitkan buku dan kumpulan fotonya mengenai Indonesia. Sejak kunjungan pertamanya di negeri ini, dia merasa seperti menemukan kampung halaman kedua di sini, kini berhasil mewujudkan mimpinya.
Menerbit Mizan dengan bangga mempersembahkan buku Kampungku Indonesia, buku foto pertama karya Stefano Romano. Penerbitan buku ini sejalan dengan komitmen kami untuk mendukung orang-orang kreatif dengan passion yang kuat untuk memajukan perkembangan manusia Indonesia secara positif, dalam hal ini di bidang fotografi dan kemanusiaan.
Buku ini merupakan buah dari beberapa kunjungan Stefano Romano ke Indonesia pada tahun 2010, 2011, 2014. Foto-foto yang ditampilkan di dalam buku ini bukanlah gambaran yang serba indah dan eksotis tentang Indonesia sebagaimana yang kerap ditunjukkan oleh fotografer mancanegara, melainkan foto-foto human interest tentang kehidupan di kampung yang sangat dekat dengan kita sehari-hari, begitu dekatnya sehingga kita abai untuk menemukan pesan keindahan dan pesan yang ada didalamnya.
Melalui foto-foto Stefano, kita bisa melihat bagaimana kehadiran anak-anak bisa mengubah tempat yang paling kumuh sekalipun menjadi tempat yang indah. Karena anak-anak yang senantiasa puas bermain dan mengekspresikan karakternya (lugu-polos-bahagia-sedih-haru-gembira), mereka senantiasa menularkan kebahagiaan tanpa kita minta. Kepada anak-anak kita menitipkan masa depan kampung (village).
Satu bab “cahaya manis” Stefano menyadarkan kita bahwa kehidupan Indonesia adalah perkampungan Indonesia yang ramah sebagai tempat tinggal (hommy), penuh sopan-santun dengan sesama. Kedekatan emosi satu sama lain terlukiskan pada foto esaay Stefano Romano.
Salah satu alasan kenapa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan banyak belajar dari Stefano dalam foto essaynya salah satunya, pendidikan karakter yang ramah dan bersahabat. tema potrait Stefano Romano didalamnya mengajarkan bagaimana kita berinteraksi dengan objek foto kita. “Saya masih menerapkan filosofi dan psikologi. (Bicara filosofi potrait dengan landscape sangat berbeda). Kalau landscape kamu foto batu, bunga-bunga, ga ada percakapan antara kamu dengan batu. Akan berbeda jika kamu foto manusia. Sebelum ambil foto, kamu harus berinteraksi dengan dia, mau difoto atau enggak. baca body languagenya, baca wajahnya, baca ekspresinya”.
Lalu folosofi, kenapa? “karena kamu ambil foto dengan dunia, mengabadikan hidup dan kehidupan. “Punya kamera mahal, tapi matamu kosong, foto kamu juga kosong”. Kamu harus belajar ‘pencahayaan’ dan dengan ‘dengan penglihatan kamu’ itu penting dalam menyampaikan pesan. Foto kamu akan menyampaikan emosi. Photography is my personal way to fight prejudices”.
Di sini, dalam foto Kampungku Indonesia kita bisa konsentrasi melakukan riset untuk memecahkan problem terbesar abad ini: “Apakah gedung-gedung bertingkat dan Mall bisa seramah kampung?” Ya, begitulah kita saat ini (2016). dan yang begitu-begitu adalah kita juga.
“Saya takut di masa depan jika kampung-kampung ini hilang. (padahal) Menurut saya, Indonesia sesungguhnya bukanlah mall, bukan gedung-gedung bertingkat. Itu semua ada dimana-mana, di Manila, di Roma, di New York. Tapi kampung-kampung ini hanya ada di sini. Inilah Indonesia yang harus kita jaga…” begitu katanya.
“Sekarang itu apa masih ada?”
“tapi nanti bagaimana?”
(mungkin yang ada hanya ada gedung-gedung bertingkat)
Pertanyaan saya, (ketika hanya ada gedung-gedung bertingkat) di manakah nanti jiwa orang Indonesia?”
Saya sendiri malu jika ditanya begitu.
… lalu, saya hanya terdiam dalam sketsa kehidupan foto selfie yang menyeruak dalam kotak-kotak penyimpanan foto dari tahun ke tahun”.
Semoga apresiasi ‘kami dalam foto’ diterima oleh khalayak ramai. Gaya hidup gedung-gedung di Mall berbeda dan berjarak dengan kehidupan kampung.
Kampung suasananya hangat dan ramah.
Semua kehidupan kampung yang saling dekat.
tidak begitu asing buat perantau ketika rindu masa lalu menghampiri dan memanggilnya untuk pulang.